Tradisi perayaan Paskah di Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur, yang disebut Semana Santa, telah menarik wisatawan dari seluruh dunia.
![]() |
Prosesi Tuan Ma, Bunda Maria Berdukacita. |
SIANAKAREN.COM -- Tradisi Perayaan Paskah di Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur, telah menarik wisatawan rohani dari seluruh dunia.
Seminggu menjelang Paskah, ada satu perayaan unik di ujung timur pulau Flores ini yang dikenal dengan nama Semana Santa. Ini merupakan prosesi sakral yang berpuncak pada hari Jumat Agung atau Sesta Vera, yaitu hari wafatnya Yesus Kristus di Salib.
Pusat perayaan diadakan di dua patung suci, yaitu patung Yesus Kristus (dalam bahasa lokal disebut Tuan Ana) dan patung Perawan Maria (secara lokal dinamai Tuan Ma).
Kedua patung tersebut dibawa oleh misionaris Portugis Gaspardo EspÃrito Santo dan Agostinhode Madalena pada abad ke-16 di kota mungil di bawah Gunung Ile Mandiri ini. Patung-patung ini hanya ditampilkan kepada publik setiap hari Paskah melalui ritus yang sakral.
Semana Santa yang adalah puncak dari hidup rohani orang Larantuka yang merupakan warisan turun-temurun dari leluhurnya. Kedudukan suku-suku yang tetap diperhitungkan dan diberi tempat dalam Semana Santa adalah bukti bahwa peristiwa ini merupakan penggabungan yang sempurna antara agama lokal dengan agama Katholik, serta ‘trah’ suku dalam kehidupan tradisional orang Larantuka.
Bukan hanya peristiwa iman, Semana Santa juga adalah sebuah peristiwa budaya karena ini merupakan sebuah tradisi dengan peraturan tertentu yang harus ditaati secara ketat.
Lebih dari empat abad, tradisi Katolik ini dirawat melalui peran masyarakat awam. Raja Larantuka, misionaris Katolik, persaudaraan para rasul dari rakyat biasa (Confreria), suku Semana, dan suku Kakang (suku Kakang Lewo Pulo), serta suku Pou (Suku Lema) telah memainkan peran penting dalam merawat tradisi ini di wilayah Larantuka.
Prosesi Semana Santa mulai diberlakukan secara rutin sejak tahun 1736. Sebelumnya pun sudah dilakukan, tetapi tidak rutin dan belum teratur.
Ritus Semana Santa
Semana Santa dimulai dengan penyalaan lilin saat berziarah ke makam keluarga di Pemakaman Katholik Reinha Rosari.
Selain berziarah, beberapa acara lainnya juga dilaksanakan seperti prosesi Jumat Agung mengelilingi Kota, pengusungan tubuh Yesus Kristus.
Prosesi ini menempatkan Yesus sebagai pusat ritual dan menempatkan Ibu Maria sebagai ibu yang berkabung (Mater Dolorosa) karena menyaksikan penderitaan Yesus anaknya sebelum dan saat disalib.
Prosesi Jumat Agung atau Sesta Vera merupakan puncak dari rangkaian perayaan Semana Santa (pekan suci) Paskah.
Pagi sebelum puncak acara, arak-arakan Tuan Menino (bayi Yesus) dilakukan lewat laut. Menggunakan perahu dayung kecil, diikuti perahu-perahu lain.
Jauh di samping dan belakangnya, masyarakat mengantar menggunakan perahu motor.
Siang harinya dilanjutkan arak-arakan Tuan Ma dan Tuan Anna menuju Katedral. Dari titik inilah prosesi Sesta Vera dengan jutaan lilin dimulai.
Selama malam Jumat Agung, lilin dinyalakan sepanjang 2 km di jalan dan di depan rumah penduduk yang dilalui prosesi.
Semana Santa dimulai dengan Trewa Rabu pada pertengahan minggu Paskah. Pada hari ini, berkumpul di Kapel Devotees dan berdoa untuk mengenang pengkhianatan Yudas Iskariot yang menyebabkan penangkapan Yesus dan shackling.
Ini adalah saat dimana kota Larantuka berubah menjadi Kota Berkabung, tenggelam dalam kekhidmatan dan refleksi pemurnian jiwa.
Asal-Usul Semana Santa
Semana Santa di Larantuka tidak bisa dilepas-pisahkan dengan warisan Portugis.
Setelah menaklukkan Bandar Malaka, tahun 1511, kapal-kapal dagang Portugis berlayar menuju kepulauan Maluku dan Banda untuk mencari rempah-rempah.
Sebagian kapal-kapal Portugis itu kadangkala bergerak tajam ke arah selatan ketika melewati Laut Flores atau Laut Banda. Mereka singgah di pulau-pulau yang menghasilkan kayu cendana putih yang tumbuh subur di sana.
Jenis kayu ini sudah sejak lama menjadi barang dagangan yang dicari oleh pedagang-pedagang asal Cina dan dipakai sebagai bahan pembuatan dupa (joss-sticks), minyak wangi, dan peti mati yang berbau wangi. Harga kayu cendana ini di pelabuhan Kanton, bisa mencapai tiga kali harga di Pulau Timor.
Sejak itulah, kepulauan di wilayah NTT sekarang mulai berinteraksi dengan bangsa Portugis, tak terkecuali wilayah di Flores Timur beserta kota-kotanya di sana.
Pada tahun 1515, Portugis membangun kekuatannya di dua wilayah di Flores sebagai tempat singgah sebelum ke Pulau Timor yakni Ende dan Larantuka.
Larantuka dipilih mungkin karena letaknya yang strategis; tidak menghadap laut lepas dan terlindungi oleh dua pulau di depannya yakni Solor dan Adnonara serta teluknya yang tenang dan indah.
Selanjutnya, Portugis lebih memusatkan kekuatannya di Pulau Solor yakni di Lohayong dan Larantuka ditinggalkan.
Di Solor ini, pada tahun 1561 didatangi kaum misionaris Dominikan dan memulai misi Katolik di sana.
Ketika Belanda menyerang Solor pada 1613 dan Portugis kalah di sana, Larantukalah tempat mereka melarikan diri bersama beberapa pribumi yang sudah memeluk Katholik.
Namun ada yang menarik ketika komandan garnisun Belanda di Solor lantas membelot dan menggabungkan diri dengan Portugis di Larantuka dan memeluk Katholik.
Pelabuhan Larantuka berkembang pesat. Kapal-kapal dari Jawa dan Cina rutin menyinggahi mendatangi Lrantuka.
Pada tahun 1641, terjadi pengungsian besar-besaran orang Portugis dari Malaka ke Larantuka bersama orang Melayu Malaka yang telah memeluk agama Katholik karena Malaka direbut.
Pengungsian besar-besaran inilah yang diduga membawa serta juga patung-patung dan benda-benda kerohanian Katholik ke Larantuka.
Para imigran ini membangun dua pemukiman baru yaitu Wureh dan Konga.
Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi dan membentuk sebuah komunitas masyarakat baru.
Mereka ini lantas disebut dengan orang Topas. Sedangkan orang Belanda menyebutnya Zwarte Portugeesen atau Portugis hitam, yang memang bisa dikenali dari kulit mereka yang berwarna gelap.
Namun orang-orang yang tinggal di Larantuka, Konga dan Wureh menyebut diri mereka dengan sebutan Larantuqueiros atau orang dari Larantuka.
Sebelum kedatangan bangsa Portugis ini, di Larantuka sudah ada Kerajaan Larantuka. Pada tahun 1645, Raja Lrantuka bernama Olla Adobala dipermandikan oleh seorang imam Katholik Portugis dan menyandang nama Don Fransisco olla Adobala Diaz Viera Ghodinho (DVG).
Sejak ia dan seterusnya, Kerajaan Larantuka dibangun dan diperintah secara Katolik. Ia juga menyerahkan tongkat emas kerajaan pada Bunda Maria Reinha Rosari.
Ratu Kerajaan Larantuka sesungguhnya adalah Bunda Maria Reinha Rosari dan keturunan Ile Jadi (DVG) adalah wakil-wakilnya di dunia.
Raja karenanya hanya bergerak di bidang keagamaan, menjadi Presidenti (pemimpin perserikatan Conferia) dengan bendera Keloba (gurita) sebagai bendera Conferia.
Kerajaan Larantuka adalah kerajaan terbesar di Flores Timur dan dikenal sampai di ujung timur Pulau Timor.
Di Lospalos misalnya, Raja Fuiloro, Verrisimo menyimpan pusaka berupa Kain Larantuka yang unik.
Urutan Ritus Semana Santa
1. Hari Bae di Nagi
Pekan Semana Santa di Larantuka dirayakan hampir seminggu penuh, mulai dari Minggu Palma sampai Minggu Paskah.
• Rabu Trewa
Hari Rabu dalam pekan suci di Larantuka disebut Rabu Trewa. dan maknanya, maka di Larantuka sudah sejak dulu hari Rabu dalam pekan suci -- seperti hari ini -- disebut dengan Rabu trewa.
Tradisi Rabu trewa memang unik dan hanya ada di Larantuka dan sekitarnya.
Rabu trewa di Larantuka ditandai dengan penutupan mengaji semana santa (bedoa sambil bernyanyi yang dilakukan sejak Rabu Abu) yang merupakan giliran Kapiten Jentera Kampung Larantuka.
Dan dimulai mengaji semana santa bergilir 13 suku yaitu Suku Kabelen (resiona), Suku Lewai (Kabu dan Leweni), Raja Ama Koten (Diaz Viera da Godinho), Suku Kea (Aliandu), Raja Ama Kelen (Bl de Rosary), Suku Maran, Suku Sau (Diaz), Suku Riberu da Gomez, Suku Kelen, Suku Lamury, Suku Mulowato, Suku Lawerang, dan Suku Kapiten Jentera (Fernandez Aikoli).
Petangnya diadakan Lamentasi (ratapan) yang mengikuti ritus Romawi kuno di Postoh. Akhir dari Lamentasi dibuatlah keributan semacam kegaduhan dengan teriakan “trewa, trewa, trewa”.
Zaman dahulu, acara ini menghalalkan penghancuran kapal-kapal yang ada di pelabuhan dan dihiasi pula dengan mabuk-mabukkan dan pesta. Namun kini tidak lagi dilakukan.
• Kamis Putih
Pada hari Kamis Putih dilakukan upacara ‘muda Tuan’, yakni upacara pembukaan peti patung Mater Dolorosa atau Tuan Ma lantas dibersihkan dan dimandikan lalu dihiasi.
Setelah itu kesempatan diberikan kepada umat untuk menyembah dengan menyampaikan promesa (intensi-intensi khusus) berupa mohon berkat dan rahmat Tuhan. Ini dilakukan juga di Kapela Tuan Ana.
• Jumat Agung
Pukul 14.00 Tuan Ma dan Tuan Ana diarak menuju gereja Katedral Reinha Rosari.
Perarakannya diatur dengan susunan sebagai berikut:
- Genda Do yang ditabuh terus menerus sejak saat itu sampai selesai prosesi di malam hari
- Serdati: Panji Coferia Reinha Rosari, Salib dan Serai (kaki lilin besar yang mengaoit salib)
- Tangan Dayabu (tangan setan, lambang godaan setan sepanjang sejarah manusia)
- Gian de morti (lukisan rangka manusia, lambang kematian dan pengaruh setan)
- Lampion (lambang terang), Krenti dan Krona Spina (rantai dan mahkota duri lambang belenggu setan dan keangkuhan manusia)
- Paku dan Pemukul, Pundi-pundi, Tongkat dan Bunga Karang, Lembing atau Tombak, Dadu dalam piring, Buah-buahan, Tempayan, Ayam Jantan, Salib, Tangga.
Setelah itu diikuti oleh Tumba Tuan Ana, umat promesa Tuan Ana, para pesadu dan Irmao Conferia bersama Raja, umat yang promesa Tuan Ma.
Di gereja Katedral Larantuka umat bekumpul, dan para Konfreria mengumandangkan ratapan Yeremiah yang syahdu dan menyayat hati, berkumandang hingga perarakan patung keluar dari gereja Kathedral.
Sementara itu perkuburan yang hanya berbatas pagar dengan katedral telah dipenuhi umat yang berziarah.
Kontras dengan ramainya orang ini, keadaan di perkuburan terkesan sunyi mencekam. Prosesi pun berjalan dengan melewati armida-armida.
• Minggu Alleluya
Pada hari Minggu Paskah terjadi upacara Ekaristi Paskah di Gereja, sedangkan sorenya umat bersama irmau dan pesadu Confreria menghantar patung Maria Alleluya dari kapela Pantekebis ke Gereja Kathedral untuk disemayamkan selama upacara ekaristi.
Selesai perayaan ekaristi, patung Maria Alleluya diarak kembali ke kapela Pantekebis; setelah pentakhtaan patung Maria Alleluyah, dilakukan acara “sera punto dama” dari para mardomu pintu Tuan Ma dan Tuan Ana yang lama kepada yang baru. Acara “sera punto dama” juga dilakukan di Kapela Missericordia Pante Besar setelah mengaji Alleluyah selesai.
Dengan demikian, berakhirlah prosesi suci yang panjang; Semana Santa dengan Sesta vera sebagai mahkotanya. Sebagai budaya sakral warisan Portugis, ritus suci digelar juga di Konga dan Wureh.
2. Kapela dan Armida serta Tori
Di Larantuka terdapat banyak Kapela. Hampir di setiap kampung ada kapela dengan pelindungnya yang berbeda-beda.
Yang terbesar dan menjadi pusat Semana Santa adalah Kapela Tuan Ma dan Kapela Tuan Ana. Ada lagi dua kapela di ujung timur dan barat Larantuka yang menjadi perhatian ketika Semana Santa yaitu Kapela Tuan Menino dan Kapela Miseri Cordia.
Ketika Prosesi Jumat Agung, kapela-kapela kecil di kampung-kampung pun ikut berdoa dengan syahdu, menyalakan lilin yang harus dinyalakan tepat ketika Persisa dimulai dan boleh dimatikan tepat ketika persisa selesai.
Dalam pelaksanaannya, perjalanan prosesi mengelilingi Kota Larantuka menyinggahi 8 armida/perhentian (lambang 8 suku yang berfungsi) yaitu:
- Armida suku Mulawato (Pantai Besar) di Kelurahan Lohayong dan Pohon Sirih
- Armida umat Sarotari di Pohon Sirih dan Balela, yang berpelindung Amu Tuan Meninu (Tuan Bayi Anak)
- Armida Suku Amakelen dan ama Hurint Balela di Kapela St. Philipus Balela
- Armida Suku Kapitan Jentera dengan pelindung Amu Tuan Trewa (Tuan Terbelenggu)
- Armida Suku Riberu da Gomes di depan Kapela Tuan Ma.
- Armida suku Sau/Diaz di Kapela Benteng Daud/Pohon Sirih dengan pelindung St. Antonius dari Padua.
- Armida keluarga Raja Diaz Viera de Godinho di Armida Kuce di depan istana Raja Larantuka.
Selain Kapela dan Armida (armida bersifat temporal hanya ketika Prosesi Jumat Agung), ada juga tempat ibadat yang disebut Tori.
Tori adalah rumah yang secara khusus dijadikan tempat ibadat dan menyimpan benda-benda suci seperi salib, patung peninggalan nenek moyang.
Tori-tori ini adalah milik suku-suku tertentu yang menjaga pusaka mereka yakni benda-benda suci tersebut secara turun temurun. Tori-tori itu antara lain Tori Tuan Trewa, Tori Suku Teluma/ Da Santo, Tori Mesti De Kampu/Tori Pante Kebis,Tori Lewai.
3. Beberapa Istilah Khas dan Tugas Khas
- Angka Mardomu: Ini adalah orang yang bertugas mempersiapkan, mengatur, dan melaksanakan hal-hal yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan prosesi.
- Tikan’ turo: adalah kegiatan yang dimulai sejak hari senin setelah minggu palma yang merupakan kegiatan persiapan rute Prosesi Jumat Agung. Kegiatan ini berupa pemasangan bambu-bambu untuk penatakan lilin di sepanjang rute prosesi.
- Sera Punto Dama adalah kegiatan penyerahan tugas Mardomu selanjutnya. Dilakukan pada Minggu Alleluya.
- Lakademu berasal dari Nikodemus. Mereka bertugas mengusung peti mati Kristus. Dan mereka dipilih secara suka rela dan rahasia, biasanya bagi orang yang punya niat yang sangat khusus dan mau menyilih dosa berat.
- Coferia adalah kelompok awam yang dibentuk sejak lama sekali dan terus ada sampai sekarang.
- Denga Deo adalah orang yang bertugas menjaga kapela, berdoa di kapela tiap hari.
Disadur dari tulisan Berto Tukan (2010).
COMMENTS