Ansy Lema mengaku kecewa dan prihatin dengan kebijakan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menurunkan status Cagar Alam Mutis.
SIANAKAREN.COM -- Calon Gubenur NTT Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema mengaku kecewa dan prihatin dengan kebijakan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI yang menurunkan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Mutis tanpa melibatkan masyarakat setempat.
Penetapan status baru itu terjadi pada 8 September lalu, seusai mengunjungi Desa Adat Kinipan di Kalimantan Tengah. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mendeklarasikan Taman Nasional Mutis Timau menjadi Taman Nasional ke-56 di Indonesia.
Adapun sejak menjadi anggota Komisi IV DPR RI, Ansy Lema menjadi satu-satunya tokoh NTT yang bersuara lantang untuk berjuang keras menyelamatkan Cagar Alam Mutis supaya tidak diturunkan statusnya menjadi Taman Nasional Mutis.
Bahkan setiap kali rapat bersama dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tak jarang Ansy Lema melontarkan pernyataan keras kepada Menteri KLHK terkait dengan alasan yang mendasari penurunan status Cagar Alam Mutis tersebut.
Ansy mengatakan bahwa setelah mencermati penurunan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Mutis baru-baru ini, maka ia harus bersikap dan bersuara atas masalah tersebut.
Pertama, mantan Anggota DPR RI itu mengaku sangat kecewa dan prihatin dengan keputusan sepihak dari pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Ansy mempertanyakan komitmen dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada saat rapat bersama dengan Komisi IV DPR RI beberapa tahun yang lalu.
Rapat bersama tersebut akhirnya memutuskan bahwa status Cagar Alam Mutis tidak akan pernah diturunkan menjadi Taman Nasional Mutis. Sebab kesepakatan tersebut belum pernah direvisi atau dievaluasi.
Kedua, pada masa akhir jabatan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya, kebijakan tersebut diambil secara sepihak karena tidak melibatkan Komisi IV DPR RI dan tidak pernah terjadi konsultasi dengan masyarakat sekitar terutama para tua adat (usif) dan juga masyarakat yang hidup di sekitar kawasan Cagar Alam Mutis.
Menurutnya, Cagar Alam Mutis adalah jantung peradaban orang Timor, mama yang menyusui kehidupan bagi seluruh masyarakat Pulau Timor, dan menjadi identitas kultural atoni pah meto.
Untuk itu, ia berpesan kepada Ketua Komisi IV DPR RI Sudin, Wakil Ketua Budi Satrio Jiwandono, Anggi Ermarini, dan anggota, serta pimpinan fraksi di Komisi IV supaya mempertanyakan secara serius terkait persoalan tersebut.
"Kita belum pernah merevisi keputusan kita dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Saya mendorong Komisi IV untuk mempertanyakan serius serius tentang persoalan ini,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Ansy juga berpesan kepada keluarga besarnya di sekitar Cagar Alam Mutis, para tua adat, dan masyarakat disekitar wilayah konservasi bahwa mereka tidak berjalan sendirian sebab masih ada dirinya yang siap berada bersama mereka.
"Saya Yohanis Fransiskus Lema, Calon Gubernur NTT erat tetap berada bersama kalian. Saya mempertanyakan hal ini karena saya belum melihat adanya studi ilmiah atau kajian akademik terkait dengan apa alasan yang mendasari diturunkannya status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Mutis,” tegas Ansy Lema di Kawasan Wisata Manulalu, Kabupaten Ngada pada, Senin 16 September 2024.
Bukan tanpa alasan Mantan Aktivis 98 itu meluapkan kekecewaannya terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada keselamatan ekologis tersebut.
Menurutnya, dengan diturunkan status dari Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Mutis, maka akan ada ribuan hektar kawasan Cagar Alam Mutis yang beralih fungsi dari wilayah konservasi menjadi wilayah pemanfaatan.
“Saya tidak ingin penurunan status ini kemudian menjadi ancaman bagi keseimbangan ekologis dan melukai identitas kultural serta peradaban Atoni Pah Meto. Tuhan memberkati,” pungkasnya.
Adapun, proses penetapan status ini cukup panjang, sarat dengan kepentingan bisnis pemodal besar.
Usulan dimulai pada awal 2023, saat Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menyampaikan usulan kepada menteri LHK untuk perubahan fungsi Hutan Lindung Mutis Timau menjadi Taman Nasional.
Berdasarkan usulan tersebut Menteri LHK membentuk Tim Terpadu yang anggotanya meliputi unsur dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Nusa Cendana, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur serta unsur KLHK baik di tingkat pusat maupun Unit Pelaksana Teknis di NTT.
Berdasarkan hasil kajian dan rekomendasi Tim Terpadu Menteri LHK menerbitkan surat keputusan Nomor 946 Tahun 2024 Tentang Perubahan Fungsi Dalam Fungsi Pokok Cagar Alam Mutis Timau Menjadi Taman Nasional dan Perubahan Fungsi Antar Fungsi Pokok Kawasan Hutan Lindung Mutis Timau Menjadi Taman Nasional di Kabupaten Kupang, TTS dan TTU, seluas 78.789 Ha.
Perubahan Fungsi menjadi Taman Nasional baru ini berasal dari Kawasan Cagar Alam seluas 12.315,26 hektar dan Hutan Lindung seluas 66.473,84 hektar.
Secara administratif pemerintahan, Taman Nasional Mutis Timau meliputi area yang merupakan wilayah dari Kabupaten Kupang seluas 52.199 hektar, Kabupaten TTS seluas 22,313 hektar serta Kabupaten TTU seluas 4.277 hektar.
Taman Nasional Mutis Timau memiliki nilai keanekaragaman hayati yang unik. Keunikannya yakni keberadaan hutan alam pegunungan yang didominasi oleh Eucalyptus urophylla (Ampupu) merupakan jenis tumbuhan endemik Indonesia yang penyebaran alaminya berada di Nusa Tenggara Timur.
Ampupu merupakan tumbuhan yang memiliki kandungan minyak atsiri yang berkhasiat sebagai anti bakteri, anti virus, anti inflamasi, analgesik, anti infeksi, insektisida dan ekspektoran.
Wilayah Taman Nasional Mutis Timau juga merupakan habitat bagi 88 spesies burung yang 8 diantaranya merupakan burung dilindungi antara lain Perkici Timor (Trichoglossus euteles), 8 spesies mamalia diantaranya adalah Kus-kus (Phalanger orientalis) dan Rusa Timor yang termasuk spesies dilindungi, juga terdapat 13 spesies herpetofauna dengan 2 diantaranya merupakan jenis dilindungi (biawak timor dan sanca timor).
Kawasan Taman Nasional Mutis Timau juga merupakan wilayah penting sebagai daerah tangkapan air (catchment area) dari 17 Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sumber air untuk masyarakat di Kabupaten Kupang, TTS dan TTU.
Dengan perubahan status menjadi Taman Nasional, KLHK berencana akan segera melakukan penataan batas fungsi taman nasional yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) serta pembentukan kelembagaan pengelolaan berupa Balai Taman Nasional Mutis Timau yang secara struktural berada di bawah kendali Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE).
Hingga terbentuknya unit pengelola tersebut, Direktur Jenderal KSDAE akan menunjuk Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT selaku pengelola Taman Nasional Mutis Timau.*
COMMENTS